Islam, Kosmologi Baru dan Agama Baru- All Issues
Sains itu mempunyai dua muka. Jika kita menganggap bahwa apa yang kita saksikan dalam fenomena sains itu adalah “sebuah kenyataan yang sempurna,” kita akan melihat sains sebagai “hanya” kebenaran inderawi. Sains pernah mengukuhkan bahwa kebenaran mutlak adalah yang didasarkan pada panca-inderawi saja. Pandangan ini disebut “saintisme”. Karena itu, pertanyaannya kini adalah, “Apakah ada sesuatu hakikat yang berada di luar sains?” Saintisme akan menjawab tidak ada. Kebenar-an hanyalah kebenaran material yang bisa dideskrip-sikan melalui hukum-hukum saja. Melawan pandangan saintisme–yang sekarang mulai ditinggalkan orang--sangatlah menarik. Karena, sekarang seseorang bisa melihat “tanda-tanda” bahwa sains bisa membawa kita kepada sesuatu hakikat yang ada di seberang sains, yang disebut hakikat “kesatuan wujud” atau “kesatuan Tuhan”, wahdat al-wujud, manunggaling kawula-Gusti, atau jika kita mengikuti bahasa teologi Islam diistilahkan sebagai hakikat tauhid. Tentu saja, tanda-tanda bukanlah “bukti”, tetapi tetaplah itu merupakan “sesuatu” yang perlu kita perhatikan. Bukankah gejala alam semesta merupakan “ayat” (tanda eksistensi dan kebesaran Tuhan)?. Buku yang penulis sunting dan diolah dari berbagai tulisan para pakar ini, mengemukakan perdebatan dan proses, bagaimana sains dapat mengantarkan seseorang kepada ma’rifatullah?